Movie Review: Undocumented (2023)

Image: Watchdoc

Judul: Undocumented
Sutradara: Edy Purwanto
Tanggal rilis: 7 Maret 2020
Durasi: 1 jam 15 menit
Rumah produksi: Watchdoc
Nonton di amphiteater Visinema Pictures

Film dokumenter ‘Undocumented’ mengangkat kisah para pekerja migran Indonesia di Malaysia yang harus berjibaku dan berjuang saat wabah Covid-19 melanda negeri jiran tersebut.

***

Undocumented merupakan film dokumenter terbaru garapan Watchdoc, bekerja sama dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).. Kemarin kebetulan dapet kesempatan untuk nonton screening pertamanya di Visinema. Kali ini, Watchdoc pengen mengungkap hal-hal yang tak tergambarkan selama pandemi, khususnya apa yang terjadi kepada para pekerja migran di luar negeri.


The Story


Dampak dari pandemi Covid-19 dapat dirasakan di setiap lini kehidupan, termasuk bagi para pekerja migran. Selain memberikan dampak, pandemi juga terkadang malah menunjukkan bagaimana suatu sistem di negeri ini, telah bobrok sedemikian rupa. 


Selama pandemi, para pekerja migran di Malaysia menghadapi berbagai macam bentuk masalah. Mulai dari larangan untuk bekerja, keluar dari tempat tinggal mereka, dan lainnya. Otomatis, mereka tidak bisa mendapatkan penghasilan dengan normal selama pandemi.


Lalu, dalam keadaan yang serba sulit itu, sangatlah sulit bagi mereka untuk bisa mengakses bantuan, baik dari pemerintah Indonesia, maupun dari pemerintah Malaysia. Meskipun memang ada bantuan yang disalurkan oleh perwakilan Kementerian Luar Negeri Indonesia di Malaysia, sayangnya jumlah bantuan tersebut tak mampu menjangkau seluruh pekerja migran di Negeri Jiran tersebut.


Permasalahan lainnya yang muncul, apabila para pekerja migran Indonesia (PMI) ini tertular Covid-19. Belum tentu pelayanan kesehatan gratis di negara tujuan bisa menampung mereka. Pun kalau mereka harus dirawat di pelayanan kesehatan swasta, akan ada dana yang keluar dari kocek pribadi mereka--dan tentunya tidak semua orang memiliki sumber daya yang sama. 


Kemudian, apabila PMI tersebut meninggal dunia, akan ada tantangan tersendiri pula yang dihadapi. Mulai dari mengurus jenazah saat keluar dari rumah sakit, hingga prosedur penguburan yang dikehendaki, apakah dilakukan di Malaysia, atau bisa dibawa pulang ke Indonesia. Tentunya, prosedur-prosedur yang harus dijalani harus melewati sejumlah birokrasi yang tidak mudah dan menghabiskan biaya yang lumayan.


Ketika ditelusuri kembali, salah satu hal yang menjadi penyebab ketidaksiapan pemerintah Indonesia dalam melindungi warganya di luar negeri adalah soal data--masih aja ya masalah klasik yang muncul. Dari pihak kementerian luar negeri, tidak pernah ada data pasti berapa jumlah orang Indonesia yang berada di luar negeri. Yang ada sampai sekarang hanyalah perkiraan jumlah yang dikeluarkan oleh Bank Dunia pada tahun 2017--duh, ini juga udah lama banget, ya. 


Bank Dunia mengasumsikan ada sekitar 3 juta orang Indonesia yang berada di luar negeri. Aku lupa tepatnya siapa yang mengatakan, apakah Kemenlu atau bukan. Yang pasti, sekarang ini pemerintah Indonesia hanya memegang data 3 juta orang dari kemungkinan 9 juta orang Indonesia yang ada di luar negeri. Hal ini tentu saja menjadi penyebab kegagapan terbesar pemerintah Indonesia dalam melindungi warga negara yang berada di luar negeri.


The Opinion


Dibandingkan Kinipan, tentu saja Undocumented jauh lebih rapi alurnya. Tidak terlalu banyak keluar jalur dan sesungguhnya, memang benar menggamparkan gagapnya pemerintah dalam menghadapi pandemi, khususnya yang berhubungan dengan PMI.


Salah satu hal yang menarik, atau bisa dibilang cukup membuatku terganggu adalah ketika dari pihak pemerintah menyalahkan para PMI ketika mereka ke luar negeri melalui jalur non-prosedural. Permasalahannya, para PMI ini terkadang bahkan tidak tahu bahwa jalur-jalur non-prosedural dapat membahayakan mereka. Ada pihak-pihak broker tak bertanggung jawab yang menjebak mereka. 


Bukan berarti semua PMI yang pergi secara non-prosedural memang berkeinginan untuk bekerja sebagai undocumented migrants. Bisa saja itu merupakan hasil tipu daya semata dari para broker yang mengambil keuntungan dari PMI sebesar-besarnya. Sayangnya, di film ini tak dibahas bagaimana peran si broker dalam rantai penyaluran PMI ke luar negeri. Maksudku, ada juga lho, celah yang muncul di situ dalam upaya perbaikan tata kelola migran di Indonesia.


Secara perspektif, film ini cukup imbang. Meskipun memang mengungkap sejumlah fakta mencengangkan tentang keadaan para PMI selama pandemi, sang sutradara berupaya untuk memberikan dua perspektif, baik dari masyarakat sipil maupun pemerintah. Well, suatu hal yang jarang terlihat di produk-produk garapan Watchdoc sebelumnya. Aku tidak bisa terlalu berkomentar jauh soal ini.


Conclusion


Bagiku, film dokumenter kali ini lebih baik daripada Kinipan secara alur. Tidak terlalu ingin mencoba menyambungkan berbagai macam isu ke dalam satu film. Kegagalan pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi haruslah tetap menjadi pembahasan hingga saat ini. 


Relevansinya tetaplah ada karena bagaimanapun, tahun politik telah dekat. Sudah pasti nanti akan ada sejumlah tokoh yang mengklaim "keberhasilan" mereka dalam menangani pandemi--yang anyway belum tentu benar demikian.


7 dari 10 bintang untuk karya Wwatchdoc satu ini.


Sincerely,
Ra

Be First to Post Comment !
Post a Comment