Book Review: Lebih Senyap dari Bisikan - Andina Dwifatma

Image: Goodreads, edited by me


Judul: Lebih Senyap dari Bisikan
Penulis: Andina Dwifatma
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 30 Juni 2021
Tebal buku: 155 halaman
Baca di Gramedia Digital

Di akhirat nanti, kalau aku ketemu Tuhan, akan kutanyakan kenapa Dia bikin tubuh perempuan seperti makanan kaleng. Kubayangkan di bawah pusar atau pantatku ada tulisan: Best Before: Mei 2026.

Amara dan Baron dikepung pertanyaan mengapa belum punya anak. Aneka usaha untuk hamil nyatanya telah mereka lakukan, dari yang normal hingga ekstrem. Namun, persoalan tidak selesai tatkala Amara hamil dan melahirkan. Ada yang tidak ditulis di buku panduan menjadi orangtua, ada yang tidak pernah disampaikan di utas Program Hamil.

Lebih Senyap dari Bisikan merupakan novel kedua Andina Dwifatma, setelah Semusim, dan Semusim Lagi (2013)—pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta. Novel ini membuka mata pembaca dengan kisah Amara dan pahit manis kehidupan perempuan dalam menemukan apa yang berharga. 

***

Siapa bilang kalau menikah itu enak? Ketika menikah, maka seluruh keputusan yang kamu ambil tidak lagi tentang dirimu saja, tapi kamu juga harus memperhatikan kebutuhan dari pasanganmu, anak--kalau ada, dan juga keluarga lainnya. Menikah bukan hanya soal mengucap janji suci dan pasti berakhir bahagia layaknya kisah dongeng. Inilah yang sebetulnya dibahas sangat lengkap dalam Lebih Senyap dari Bisikan. 

Bagiku, novel satu ini menceritakan secara lengkap lika-liku hidup yang mungkin akan relatable dengan kehidupan sekarang.

"Karena itukah aku ingin punya anak? Agar aku bisa bilang bahwa aku sudah menjalankan peran utamaku sebagai perempuan? Agar aku bisa menggenapkan tugas tubuhku yang dirancang untuk melanjutkan kehidupan?"

Lika-liku hidup Amara

Amara dan Baron adalah pasangan milenial yang terus dikepung pertanyaan mengapa belum punya anak. Awalnya mereka bukanlah pasangan yang ingin cepat-cepat memiliki anak. Akan tetapi, pada akhirnya mereka mengalah pada tuntutan di sekitar mereka. Pada akhirnya, upaya Amara dan Baron untuk memiliki anak tidak lagi menjadi upaya yang tulus--menurutku, tapi lebih ke upaya mereka lepas dari stereotipe di sekitar mereka.

Kalau kehidupan pernikahan akan berakhir bahagia saat berhasil memiliki anak, maka itu hanyalah bualan semata. Kehidupan pernikahan akan menjadi lebih rumit setelahnya. Mulai dari permasalahan mengasuh anak, konflik dengan orang tua, hingga tentang musibah terkait finansial yang cukup kekinian sekarang ini--eits, bukan tentang pinjol, ya. Istilahnya, tokoh Amara di sini sudah jatuh tertimpa tangga, terseret arus pula. Bertubi-tubi sekali masalahnya.

Yang aku suka

Sebagai sebuah novel yang bahasannya serius, aku pikir Lebih Senyap dari Bisikan akan dibawakan secara serius juga. Nyatanya tidak. Andina Dwifatma berhasil menceritakan kisah Amara dengan luwes. Meskipun permasalahan Amara banyak sekali, tapi ceritanya begitu mengalir. Alhasil aku tidak bosan saat membacanya.

Yang menarik adalah, banyaknya masalah yang ditemui Amara dalam novel ini. Mulai dari sedikit membahas bagaimana kampus membungkam mahasiswanya yang kritis, pernikahan beda agama antara Amara dan Baron, ekspektasi untuk punya anak dari pasangan yang sudah menikah, hidup berdampingan sebagai pasangan, hingga permasalahan finansial yang sering kali menghampiri pasangan muda seperti Amara dan Baron.

Kalau boleh aku bilang, cerita ini enggak ada bahagia-bahagianya. Amara di sini bercerita sembari mengeluhkan hidupnya. Memang ada kesan bahwa ialah yang paling menderita di dunia. Akan tetapi, itulah yang menjadi charm dari novel ini. Keluhan Amara ini sangatlah relatable. Tentu aku sangat memahami kondisi Anara. 

Kesimpulan

To some extent, membaca Lebih Senyap dari Bisikan memang memperkuat pandanganku soal pernikahan, khususnya tentang memiliki anak. Aku sangat sadar kehidupan pernikahan itu akan seindah keluarga cemara. Mana ada hal demikian di dunia ini. Jadi, siapapun yang ingin lebih memahami kehidupan pernikahan, bacalah novel ini. Narasi bahwa pernikahan adalah solusi dari suatu masalah itu pada dasarnya bullshit. it can grow more problems if you are not aware of it.

Anyway, thanks to Kak Raafi yang sudah merekomendasikan novel satu ini. Menarik banget sugguh ceritanya :) 

4 dari 5 bintang,

Sincerely,
Ra

Be First to Post Comment !
Post a Comment