Incognito
"Memang menyukai seseorang bisa secepat dan semudah itu? Manusia itu kadang terlalu sering mencari di luar jangkauannya, padahal biasanya apa yang dia cari justru selama ini selalu ada di dekatnya." - Carl.
oleh Windhy Puspitadewi
4 dari 5 bintang
Image: Goodreads |
Penulis: Windhy Puspitadewi
Genre: Fantasy, Sciene Fiction, Adventure
Tebal buku: 208 halaman
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: 29 Mei 2014 (sampul baru)
ISBN: 9786020305233
Baca via Gramedia Digital
Sisca dan Erik tidak pernah menyangka, perjalanan waktu yang selama ini hanya bisa mereka baca di buku akhirnya mereka alami sendiri!
Semua bermula ketika mereka harus mengambil foto di kawasan Kota Lama Semarang untuk tugas sekolah. Seorang pemuda bernama Carl tiba-tiba muncul di hadapan mereka dan mengaku berasal dari masa lalu.
Sisca dan Erik mendadak terseret petualangan bersama Carl, pergi ke tempat-tempat asing, bertemu tokoh-tokoh sejarah yang selama ini cuma mereka temui dalam buku. Petualangan yang membuat mereka belajar banyak: menghargai waktu, persahabatan, dan diri mereka sendiri.
***
Penjelajahan waktu tentunya bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan. Kalian setuju, bukan?
Yap, setelah kemarin saya menonton Avengers: Endgame - yang isinya kurang lebih bagaimana cara kita bisa "mencuri" waktu, maka saya pun teringat dengan novel teenlit yang satu ini. Entah mengapa, saya ingin membaca kembali kisah dari Erik, Sisca, dan juga Carl.
Suatu ketika, Erik dan Sisca yang sebenarnya tidak akur, tergabung dalam satu kelompok untuk tugas sejarah, yakni tugas observasi peninggalan bersejarah. Meskipun sering berdebat satu sama lain, Erik dan Sisca tetap sebisa mungkin untuk mengerjakan tugas tersebut dengan baik.
Jadilah kemudian Erik mengajak Sisca ke kawasan Kota Lama Semarang untuk mengambil foto. Nah, ternyata, apa yang mereka temui bukan sekadar tentang observasi peninggalan bersejarah, akan tetapi sosok pemuda yang jelas-jelas bukan orang dari masa yang sama dengan Erik dan Sisca, Yap, Carl, nama pemuda itu, datang dari masa lalu. Atau tepatnya dari tahun 1893 karena Carl menggunakan mesin waktu!
Erik dan Sisca awalnya sempat kebingungan dengan kehadiran Carl, akan tetapi, kemudian mereka malah ikut terjerumus dalam penjelajahan waktu yang dilakukan oleh Carl. Bertemu orang-orang besar pun menjadi salah satu pengalaman yang mereka dapatkan, mulai dengan bertemu Archimedes, Miyamoto Musashi, Tom Sawyer, hingga Charles Darwin.
Penjelajahan waktu tersebut pada akhirnya membawa baik Erik, Sisca, dan Carl menemukan berbagai hal. Mulai dari penjelasan mendasar mengenai berbagai macam ilmu dan tentunya fakta sejarah, hingga peristiwa-peristiwa yang hampir mengancam nyawa mereka. Melalui penjelajahan waktu itu pulalah mereka menemukan arti yang sebenarnya dari persahabatan dan konsep menghargai waktu.
Yang pasti, satu hal yang harus selalu diingat bahwa waktu itu memiliki dimensinya tersendiri. Kemudian, waktu pun juga memiliki efek domino. Sehingga, apa yang berubah dalam satu waktu di masa lalu, maka dapat mempengaruhi masa sekarang, dan juga masa depan.
Incognito. (image: wallpaperaccess / edited by me) |
To be honest, dulu ketika awal saya membaca novel ini, saya senang-senang saja membacanya. Bahkan, saya kategorikan sebagai salah satu novel favorit saya karena Incognito berhasil mendobrak tema-tema umum dari novel teenlit. Iya, kebanyakan novel teenlit yang ada ketika itu hanya sekadar membahas romantisme remaja belaka. Sedangkan, novel ini berhasil membuat saya tertarik karena adanya topik penjelajahan waktu yang diangkat.
Bagi saya, mengangkat tema ini bukanlah suatu hal yang mudah. Sang penulis harus mampu menghubungkan serta mencari celah dari berbagai peristiwa supaya adegan-adegan di dalam novel ini menjadi masuk akal. Tentu, hal tersebut membutuhkan riset yang lama dan juga kejelian dalam melihat suatu kronik sejarah. Saya salut dengan usaha Kak Windhy untuk menghadirkan jenis cerita ini dalam Incognito.
Jujur saja, saya merasa bahwa Kak Windhy berhasil mengisi celah yang tepat dari bagian-bagian sejarah yang ia pilih. Sehingga, tidak terkesan dipaksakan. Akan tetapi, mungkin saya sedikit setuju dengan beberapa peresensi yang menyatakan bahwa identitas asli Hans C. Zentgraaf dan juga Fran terlalu obvious. That surprise element couldn't spark that much when I read this book for the second time.
But after all, I still like this novel. Seenggaknya, saya tahu bahwa usaha dari sang penulis untuk menciptakan buku ini tidaklah mudah. Lagipula, bisa dibilang bahwa buku ini termasuk novel fiksi pengetahuan - karena secara tidak langsung saya mempelajari sejarah dari buku ini.
Jadi, empat bintang untuk tokoh Erik yang sengak dan menyebalkan.
Sincerely,
Puji P. Rahayu
Be First to Post Comment !
Post a Comment