Resensi: Senandika Prisma karya Aditia Yudis

Senandika Prisma

Harapan-harapan yang kita miliki mungkin dapat terkikis karena kenyataan yang ada.

Blue Valley Series
karya  Aditia Yudis
 3 dari 5 bintang

Sumber gambar: Goodreads
Waktu membaca: 22-25 Januari 2017
Penulis: Aditia Yudis
Penyunting: Jia Effendie
Tahun terbit: Desember 2016
Penerbit: Falcon Publishing
Tebal buku: 212 halaman
ISBN: 978-602-60514-2-4


Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.


Rumah nomor 6 kedatangan penghuni baru. Cokelat dan berbulu. Hadiah untuk seorang anak laki-laki yang riang dan lucu. Bibir mungilnya selalu mengulas senyum yang dapat menghapus kesedihan dan menularkan keceriaan.

Namun, kehidupan selalu punya kejutan. Rumah nomor 6 menyimpan kutukan. Gadis manis yang tinggal di sana perlahan kehilangan harapan. Pernikahan yang sudah direncanakan lambat laun berubah menjadi angan belaka. Prisma bertahan di ambang kehancuran. Dia menanggung semua luka untuk menemukan kembali yang telah hilang.


Informasi lebih lanjut dapat dibaca di:

Rumah nomor 6 di Blue Valley memiliki kutukan. Itu kata semua orang. Prisma yang menyewa rumah itu dari Ian, pemilik rumah, tidak merasa demikian. Dan entah bagaimana caranya, Prisma dan Ian tertarik satu sama lain. Meskipun Ian adalah seorang duda beranak satu, Prisma tidak keberatan. Bahkan, Prisma senang bisa menjadi calon ibu Rory. Rasa sayang Prisma terhadap Rory ditunjukkan dengan diberikannya Junior--seekor kelinci berbulu cokelat--kepada Rory oleh Prisma. Rory benar-benar menyukai hadiah pemberian dari calon ibunya itu.

Persiapan pernikahan Prisma dan Ian sudah semakin dekat. Maka dari itu, Prisma mulai mengecek kembali segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pernikahannya. Kala itu, Prisma mengajak Rory pergi ke mall. Tujuannya salah satunya adalah mencari gaun pernikahan yang cocok untuk gaun pengantinnya. Setelah selesai, pelayan toko memberitahu Prisma kalau ada paket yang dikirimkan Ian untuk Prisma. Saat menerima paket itulah, Prisma tidak memperhatikan Rory. Mungkin, itu adalah momen yang disesali Prisma sedemikian rupa. Karena, di saat itulah Rory menghilang dan tidak ada yang tahu keberadaannya.

Setelah mendengar kabar tidak mengenakkan itu, Ian pun langsung mencari keberadaan Rory. Memang, Ian tidak menyalahkan Prisma akan hal ini. Tapi tak sedikit pula yang mencibir kelalaian Prisma. Hal ini membuat Prisma menjadi merasa sangat bersalah. Akan tetapi, Ian berupaya untuk meyakinkan Prisma bahwa hilangnya Rory bukanlah salah Prisma sepenuhnya. Bersama dengan sepupunya, Saddam, Ian berusaha untuk mencari Rory. Dibantu pula oleh Niko, kakak Ian yang memiliki hubungan buruk dengan Ian, pencarian Rory digencarkan. Sayangnya, pencarian yang dilakukan tak kunjung membuahkan hasil. Bahkan, malah semakin membuat Ian dan Prisma depresi. Pada akhirnya, hubungan yang mereka miliki pun semakin lama semakin memupus. Hingga, sepertinya untuk saling bersama pun hanya menjadi angan belaka. Dan mungkin pada akhirnya akan lenyap sepenuhnya.

Sumber gambar: google, disunting oleh Puji
Buku bersampul putih ini terlihat sederhana dan menarik untuk dibaca. Sekali lagi, sebelum aku membacanya pun, aku mulai bertanya-tanya apakah yang akan dilakukan oleh si kelinci dalam cerita ini. Dan, ternyata konflik yang disajikan oleh Aditia Yudis cukup membuatku trenyuh. Aku suka dengan cara Adit menggambarkan kegalauan Prisma. Menurutku, semuanya terasa nyata dan tidak dibuat mengada-ada. Meskipun, ya, harus kuakui kalau aku tidak puas dengan akhir ceritanya. Cerita ini, berhenti begitu saja di pertengahan. Adit sengaja membiarkan kehidupan Prisma dan Ian mengambang begitu saja. Sayang sekali. Aku jadi kasihan dengan mereka.

Padahal, aku awalnya cukup berekspektasi terhadap novel ini. Mungkin aja kan kalau yang membawa Rory adalah sekumpulan pembunuh bayaran atau apa gitu. Nyatanya, tidak. Oh, ya. Aku juga baru ingat, ada hal-hal yang tidak ada penjelasannya di akhir novel ini. Contohnya adalah ancaman-ancaman yang dialami oleh Ian. Ahh, padahal sepertinya akan seru kalau ada penjelasannya. Sayangnya, tidak ada. Atau mungkin aku saja yang tidak memperhatikan? Bisa jadi.

Menurutku, Aditia di sini berhasil menampilkan kisah kehilangan yang tidak biasa. Tidak seperti keempat novel lainnya yang berputar pada kehilangan permanen. Kehilangan yang digambarkan oleh Adit di sini adalah kehilangan temporer, yang yaa, mungkin bisa jadi permanen. Tapi sayang sekali, aku kurang puas dengan eksekusinya.

Tapi, kalau kalian ingin membaca kisah yang cukup nyata dan berkesan, Senandika Prisma menjadi pilihan yang tepat.

3 bintang untuk Junior yang imut.

Sincerely,

Puji P. Rahayu.
2 comments on "Resensi: Senandika Prisma karya Aditia Yudis"