Resensi: Melankolia Ninna karya Robin Wijaya

Melankolia Ninna

Apa rasanya kehilangan sesuatu yang belum pernah kamu miliki?

karya  Robin Wijaya

 3.5 dari 5 bintang

Sumber gambar: goodreads.com
Waktu baca: 7-9 Januari 2017
Penulis: Robin Wijaya
Penyunting: Jia Effendie
Tahun terbit: Desember 2016
Penerbit: Falcon Publishing
Tebal buku: 234 halaman
ISBN: 978-602-60514-1-7

Di pojok selatan Jakarta, kau akan menemukannya. Tempat itu tak sepanas bagian Jakarta lainnya. Langit di sana sering berubah seolah mengikuti suasana hati penghuninya. Kau akan bisa menemukannya dengan mudah. Ada banyak rumah di sana. Orang menyebut tempat itu Blue Valley.

Dari gerbang, ambillah jalan ke kanan, dan temukan satu-satunya rumah yang berpagar. Kau tidak akan salah. Pemiliknya adalah sepasang suami istri. Sang suami pandai merupa kayu-kayu menjadi perabot yang indah, sedangkan sang istri menata rumah dengan nuansa vintage yang meneduhkan. Bersama-sama, keduanya menghidupkan ruang impian mereka: sebuah kamar bayi yang dipenuhi warna.

Namun, duka menghampiri. Sang istri kehilangan rahimnya sebelum sempat mengandung impian mereka. Menyisakan luka yang mewujud sebuah melankolia. Gamal dan Ninna, menatap pupus harapan, seperti hidup yang hanya menyisakan warna kelabu saja.

***

Melankolia Ninna merupakan novel keempat Robin Wijaya yang pernah kubaca, setelah Roma, Nightfall, dan Daylight. Simply, cara menulis Robin Wijaya tetaplah sama dengan ketiga novelnya yang pernah kubaca sebelumnya. Baiklah, tidak mirip sebenarnya. Dalam Melankolia Ninna, Robin menggunakan sudut pandang orang pertama secara bergantian dari Ninna ke Gamal dan seterusnya. Jujur saja, membaca premis yang disediakan oleh Robin, mau tidak mau aku jadi mengingat salah satu novel yang mengambil premis mirip dengan Melankolia Ninna. Apalagi kalau bukan Critical Eleven karangan Ika Natassa. Hemm. Jatuhnya emang mirip sih masalah yang dipaparkan, meskipun nggak mirip-mirip amat.


"Terkadang, kesempatanlah yang membuat kita melakukan hal baik dan buruk. Semua orang memang memiliki niat dan motivasinya masing-masing. Namun, peluanglah yang menyempurnakannya." Gamal, hlm. 41.

Gamal dan Ninna merupakan pasangan yang baru menikah tapi sudah tinggal di rumah sendiri, yakni di kompleks Blue Valley. Sebagai orang yang supel dan mudah bergaul, Gamal ditunjuk sebagai Ketua RT di kompleks tersebut. Sedangkan Ninna adalah Ibu Rumah Tangga biasa yang biasa ditemani oleh Boggs--kucing peliharaannya dengan Gamal. Meskipun mereka terlihat bahagia dan serasi sebagai pasangan, ada hal yang mengganjal dari kehidupan Gamal dan Ninna. Ninna diketahui mengidap kanker rahim yang menyebabkan rahimnya diangkat. Tentunya, hal ini membuat banyak hal berubah dari diri Ninna dan Gamal. Rasa kehilangan dan keputusasaan saat menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak akan pernah bisa memiliki anak mewarnai kisah dalam Melankolia Ninna. 

Untuk menguatkan diri masing-masing, pada akhirnya banyak hal yang disembuyikan oleh Gamal maupun Ninna. Mereka seolah-olah mengubur dan menyembunyikan cara mereka masing-masing untuk memupus harapan mereka akan seorang anak. Tidak mudah tentunya bagi mereka berdua untuk melakukan hal ini. Akan tetapi, mereka berusaha sedemikian rupa agar tidak saling menyakiti. Sayangnya, tindakan-tindakan yang dilakukan secara diam-diam tersebut malah menimbulkan rasa kecewa yang amat dalam bagi yang lainnya. Hal ini menjadi cobaan bagi ikatan pernikahan Gamal dan Ninna yang merapuh.

"Mencintai seseorang bisa terjadi begitu mudahnya." Ninna, hlm. 56.

Sedih. Itulah yang aku rasakan saat membaca Melankolia Ninna. Aku bisa merasakan bagaimana kebimbangan Gamal dan Ninna saat harus bersikap satu sama lain. Kehilangan harapan untuk memiliki anak memang bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Banyak asumsi-asumsi yang mereka mainkan dalam kepala masing-masing. Padahal, belum tentu asumsi itu benar.

Sumber gambar: google.com, disunting oleh saya.
Jujur, aku menyukai cara Robin menggambarkan kesedihan dan kehilangan yang dirasakan oleh Gamal dan Ninna. Seolah-olah, aku bisa merasakannya sendiri. Meskipun premis yang diangkat oleh Robin mirip dengan apa yang dibawa oleh Ika, menurutku Robin lebih masuk akal dalam mengeksekusi konflik yang dialami oleh Gamal dan Ninna. Setidaknya, itu menurutku ya. Meskipun demikian, aku masih suka interaksi Ale dan Anya.

Lagi-lagi, aku dibuat senang dengan konsep sampul dari Blue Valley Series. sepertinya, sampul Blue Valley Series memang didesain sedemikian rupa sehingga membuat pembaca bersedia mengoleksi keseluruhannya. Sampulnya itu sederhana tapi cantik. Apalagi, setiap gambar yang tersemat di sampul memang menggambarkan benda-benda yang menjadi perhatian di dalam ceritanya. Love it.

Nah, buat kalian yang ingin merasakan bagaimana proses Gamal dan Ninna menghadapi kehilangan masing-masing, Melankolia Ninna menjadi novel yang harus kamu baca.

3.5 bintang untuk Gamal yang selalu ceria.

Sincerely,

Puji P. Rahayu.
Be First to Post Comment !
Post a Comment