Resensi: Animal Farm karya George Orwell

Animal  Farm

Apakah para binatang benar-benar bisa mengambil alih kekuasaan manusia?

karya  George Orwell
5 dari 5 bintang

Sumber gambar: Goodreads.com
Waktu baca: 6 Januari 2017
Penerjemah: Bakdi Soemanto
Penyunting: Ika Yuliana Kurniasih
Perancang sampul : Fahmi Ilmansyah
Pemeriksa aksara : Intan Ren
Penata aksara : Martin Buczer
Tahun terbit: Oktober, 2016
Penerbit: Bentang Pustaka
Tebal buku: iv+144 halaman
ISBN: 978-602-291-282-8


Suatu malam, Major, si babi tua yang bijaksana, mengumpulkan para binatang di peternakan untuk bercerita tentang mimpinya. Setelah sekian lama hidup di bawah tirani manusia, Major mendapat visi bahwa kelak sebuah pemberontakan akan dilakukan binatang terhadap manusia; menciptakan sebuah dunia di mana binatang akan berkuasa atas dirinya sendiri.


Tak lama, pemberontakan benar-benar terjadi. Kekuasaan manusia digulingkan di bawah pimpinan dua babi cerdas: Snowball dan Napoleon. Namun, kekuasaan ternyata sungguh memabukkan. Demokrasi yang digaungkan perlahan berbelok kembali menjadi tiran di mana pemimpin harus selalu benar. Dualisme kepemimpinan tak bisa dibiarkan. Salah satu harus disingkirkan … walau harus dengan kekerasan.



Animal Farm merupakan novel alegori politik yang ditulis Orwell pada masa Perang Dunia II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet. Dianugerahi Retro Hugo Award untuk novela terbaik (1996) dan Prometheus Hall of Fame Award (2011), Animal Farm menjadi mahakarya Orwell yang melejitkan namanya



Informasi lebih lanjut dapat dibaca di:

Sebenarnya, aku hanya beberapa kali saja mendengar nama George Orwell. Bahkan, dalam pikiran terliarku pun, aku tidak pernah terpikir untuk membaca karya Orwell. Baiklah, sesungguhnya aku ingin membaca karya Orwell yang berjudul 1984, tapi aku belum sempat membelinya. Awal aku mengetahui Animal Farm adalah pada saat DISAGREE (Diskusi Sampai Pagi Hari) KSM Eka Prasetya UI. Salah satu alumni yang datang bercerita mengenai novel ini. Jujur saja, saat aku mendengar bahwa Animal Farm merupakan novel alegori politik, aku langsung tertarik. Aku penasaran dengan bagaimana cara Orwell mengolah ceritanya. Membuat sebuah analogi politik melalui kehidupan peternakan.

Melihat dari sampulnya, kita pasti berpikir kalau novel ini hanyalah novel yang menceritakan peternakan semata. Nyatanya, ada hal yang digambarkan secara implisit oleh Orwell. Well, menurutku, Orwell adalah penulis yang cerdas. ia bisa menggambarkan totaliterisme melalui kehidupan peternakan yang katanya baik-baik saja. Jadi, siapapun yang menemukan novel bersampul kuning-hitam ini, aku sarankan untuk mengambil dan membacanya. Bagi yang menyukai dunia politik, novel ini dapat memberikan sedikit gambaran bagaimana keadaan-keadaan sulit yang terjadi dalam suatu sistem yang diagungkan Uni Soviet pada masa Perang Dunia II.

Bermula dari harapan Major--seekor babi yang sangat dihormati di Peternakan Manor, mengenai kebebasan para binatang tanpa kekangan dari manusia. Major menyatakan bahwa, seharusnya hewan-hewan hidup merdeka dan tanpa dicampuri oleh tangan manusia. Seharusnya, hewan-hewan memiliki hak untuk menentukan hak mereka sendiri. Maka dari itu, suatu pemberontakan diharapkan menjadi salah satu jalan keluar untuk kemerdekaan para hewan. Setelah mendengar harapan Major, para hewan sedikit menyadari kebenaran di balik perkataan Major. Tak lama kemudian, Major meninggal dunia karena usianya yang memang sudah tua. Harapan-harapan Major nyatanya masih terngiang di benak beberapa hewan, khususnya oleh para babi yang bijak.

"Kaki empat baik, kaki dua jahat." hlm. 34.

Suatu ketika, Pak Jones--pemilik peternakan Manor--mabuk-mabukan sampai parah. Hal ini membuatnya lupa memberi makan ternaknya. Tentunya, para hewan marah dan tidak terima dengan perlakuan Pak Jones. Teringat semangat juang dari Major, maka para hewan dengan dipimpin oleh dua babi pemimpin--Napoleon dan Snowball--melakukan pemberontakan terhadap Pak Jones. Baik kuda, sapi, kucing, anjing, biri-biri, dan hewan lainnya menyerang Pak Jones sampai ia tak bisa berkutik. Hal ini menjadi pemberontakan hewan ternak yang luar biasa. Para hewan berhasil mengusir Pak Jones dari peternakannya sendiri. Sejak saat itu, terbentuklah suatu sistem pemerintahan baru yang dipimpin oleh Snowball dan Napoleon.

"Perang adalah perang. Satu-satunya manusia yang baik adalah manusia yang mati." hlm. 43.

Pada dasarnya, Snowball dan Napoleon memiliki pemikiran yang bertolak belakang. Apa yang dinyatakan oleh Snowball selalu ditentang oleh Napoleon. Begitu pula sebaliknya. Sebagaimana yang biasa terjadi, terkadang ada pihak-pihak yang menginginkan kekuasaan lebih dan akhirnya mencoba untuk menyingkirkan penguasa lainnya. Maka dari itu, Napoleon yang memang tidak cocok dengan Snowball, memutuskan untuk mendepak Snowball dari Peternakan Binatang--namanya diganti setelah terjadi pemberontakan. Dengan segala upaya, akhirnya Snowball terpaksa kabur dari Peternakan Binatang untuk menyelematkan diri. Kepergian Snowball membuat Napoleon bisa berlaku sesukanya. Berkali-kali ia mengkambinghitamkan Snowball atas kejadian-kejadian buruk yang menimpa Peternakan Binatang. Dan bodohnya, tak ada yang menyadari muslihat Napoleon kecuali Benjamin, si keledai tua yang jarang bicara.

Masa kepemimpinan Napoleon digambarkan begitu keras dan sulit bagi para binatang. Secara singkat, dapat digambarkan kalau Napoleon haus kekuasaan dan menindas rakyatnya (dalam hal ini para binatang). Sistem peternakan yang awalnya makmur setelah pemberontakan, lambat laun menjadi kacau. Keseluruhan fakta sejarah yang tersisa malah diputarbalikkan oleh para penguasa. Yaa, mau bagaimana lagi. Enough said. Pemenanglah yang menuliskan sejarah. Di semua tempat juga sama. Dalam cerita ini, ada salah satu karakter favoritku, yakni Boxer. Aku kasihan sekali saat membaca perjuangan si kuda ini. Dia benar-benar setia pada apa yang ia percayai. Padahal, kesetiaannya tersebut akhirya malah disia-siakan.

Sumber gambar: Lifestalker.com
Baiklah. Mungkin akan jadi ringkasan lengkap kalau aku membahas jalan ceritanya. Sebagaimana yang sudah kulihat dari beberapa resensi yang dibuat, novel ini merupakan bentuk satir atas pemerintahan Uni Soviet. Dan menurutku itu berhasil. Baiklah, sebenarnya kalau aku ditanya, aku bukanlah orang yang suka sistem kapitalisme. Sistem yang secara tidak langsung menciptakan bentuk struktur yang pada akhirnya merugikan kaum marginal. Namun demikian, saat membaca novel ini, aku juga menyadari bahwa pada dasarnya dalam sebuah sistem sosialis--dalam hal ini yang diagungkan oleh Napoleon--nyatanya juga memiliki kekurangannya sendiri. Bisa dibayangkan bukan apabila sistem ini dipimpin oleh pemimpin yang serakah dan tidak mementingkan kesejahteraan rakyatnya? Jadi, aku pun juga masih belum tahu aku ini berkiblat kemana. Aku tidak begitu menyukai kapitalis, tapi di satu sisi aku tahu sistem sosialis tidaklah sebaik yang diagungkan para pengikutnya. Lalu, sistem apa yang cocok? Entahlah. Sepertinya aku harus belajar lebih banyak. Tapi pada akhirnya aku tetap yakin, segala bentuk penindasan dan diskriminasi yang terjadi serta adanya penguasa dan golongan marginal, terbentuk karena adanya sistem dalam tatanan dunia ini. Well, apa yang dinyatakan oleh Wallerstein memang benar. Aku harus banyak mengenal perspektif strukturalisme sepertinya. Yeah, Marx dan Engels sepertinya berjasa dalam menemukan paham-paham strukturalisme.

Makhluk-makhluk di luar memandang dari babi ke manusia, dan dari manusia ke babi lagi; tetapi mustahil mengatakan mana yang satu dan mana yang lainnya." hlm. 140.

Animal Farm merupakan karya Orwell yang begitu cerdas. Penggambaran situasi politik dalam analogi peternakan membuat novel ini benar-benar menarik. Sejauh yang aku tahu, Stalin sempat melarang peredaran novel ini di Soviet. Yaa, mungkin dia memang tersindir dengan karakter Napoleon. Kalau dibaca dan dipahami, novel ini cukuplah kontroversial. Menyindir pemerintahan paling kejam di dunia membuat noevl ini benar-benar layak untuk dibaca.

Dari segi cerita, aku sebenarnya cukup puas. Pemberontakan serta masa-masa kerja dalam peternakan itu benar-benar tergambar dengan jelas dan apik. Sayangnya, ada hal yang masih mengganjal sampai akhir cerita, yakni keberadaan dari Snowball yang terusir dari Peternakan Binatang. Akhir dari novel ini pun pada dasarnya juga masih mengambang. Sayang sekali. Padahal aku menginginkan penyelesaian lebih. *atau mungkin karena pada saat itu Stalin belum turun tahta? Bisa jadi.

Dengan demikian, aku sangat menyarankan bagi siapapun yang menyukai dunia politik dan ingin memahaminya dengan cara yang berbeda, Animal Farm bisa menjadi pilihan. Kuyakinkan kalian tidak akan menyesal membaca novel ini.

Sincerely,

Puji P. Rahayu
Be First to Post Comment !
Post a Comment