Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa
"Kau takkan pernah bisa bahagia sebelum memaafkan, memberi kesempatan, dan menyayangi dirimu sendiri." Zima, hlm. 277.
By Prisca Primasari
3 of 5 stars
Editor : eNHa
Proofreader : Gita Romadhona
Penata Letak : Wahyu Suwarni
Desain Sampul : Dwi Annisa Anindhika
Genre : Roman
Penerbit : Gagasmedia
Tahun Terbit : 2012
Tebal Buku : viii+292 halaman
ISBN : 979-780-589-1
Harga : Rp19.000,- di TM Bookstore, Depok Town Square.
Vinter
Seperti udara di musim dingin, kau begitu gelap, muram, dan sedih. Namun, pada saat bersamaan, penuh cinta berwarna putih. Bagaikan salju di Honfleur yang berdansa diembus angin….
Florence
Layaknya cuaca pada musim semi, kau begitu terang, cerah, dan bahagia. Namun, pada waktu bersamaan, penuh air mata tak terhingga. Bagaikan bebungaan di Paris yang terlambat berseri….
***
Kastil Es dan Air Mancur yang Berdansa merupakan salah satu novel yang ingin kubaca dari dulu. Hanya saja, waktu aku masih SMA, aku jarang sekali bisa membeli novel. Mungkin karena aku yang tidak bisa menyisihkan uang dengan baik atau faktor lainnya. Kali ini, Prisca Primasari mengajak pembacanya untuk mengeliling Paris dan Honfleur. Aku sudah terbiasa dengan kebiasaan Prisca yang mengambil latar tempat di luar Indonesia. Mungkin, Prisca memang mengkhususkan diri untuk itu.
Tentunya, awal aku tertarik akan novel ini dari sampulnya. Sampulnya menurutku sederhana dan cantik. Bahkan, eye-catching. Kedua, aku memang pecinta Paris. Aku suka membaca cerita dengan latar belakang Kota Cahaya itu. Meskipun aku tahu, kota ini lama-lama menjadi tidak istimewa. Haha. Sayangnya, setelah aku selesai membaca novel ini, aku sedikit kecewa dengan sampulnya. Kenapa Gereja St.Basil harus berada di tengah-tengah? Padahal, inti cerita ini berada di Paris dan Honfleur. Sesungguhnya, hal ini sedikit menipu pembaca. Pembaca yang lain mungkin berpikiran bahwa latar cerita ini di Rusia.
"Apa itu penting? Bukankah definisi orang tentang cinta berbeda...? Aku merasa aku mencintaimu dan menjelaskan mengapa aku tetap ingin berada di sini." Florence, hlm. 161.
Dimulai dengan penolakan Florence terhadap rencana kedua orang tuanya untuk mempertemukan dirinya dengan seorang lelaki. Florence yang sama sekali tidak setuju dengan perjodohan, akhirnya memutuskan untuk kabur ke Honfleur. Padahal, sahabatnya, Celline, sudah mencoba untuk menahan Florence pergi. Di tengah-tengah pelariannya, tiba-tiba saja tas Florence jebol. Akhirnya, semua barang milik Florence berhamburan. Berhubung Florence tidak berminat untuk membeli tas mahal, Florence memutuskan untuk membawa barang-barangnya tanpa menggunakan tas.
Untuk menuju Honfleur, Florence harus menaiki kereta. Di dalam kereta itula Florence menemukan sesosok lelaki yang tanpa sadar akan mengubah hidupnya. Namanya Vinter, seorang seniman pemahat es. Ia sangat pendiam dan jarang berkomunikasi dengan orang lain. Tapi, Vinter memiliki seorang teman yang cukup unik. Namanya Zima. Zima adalah seorang konduktor yang sedang sakit. Demi tetap menjaga kecintaannya pada dunia seni, Zima sering mengundang orang-orang untuk menampilkan karya mereka. Biasanya, Vinter lah yang menghubungi seniman-seniman itu.
Pada hari itu, orang-orang yang dihubungi Vinter membatalkan pertunjukan mereka untuk Zima. Tentunya, Vinter panik luar biasa. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Apalagi, Zima merupakan orang yang memiliki emosi tinggi. Dengan lesu, Vinter membatalkan kunjungannya ke Paris dan bertola ke Honfleur. Siapa sangka, pertemuannya dengan Florence di dalam kereta tersebut telah memberikan titik terang bagi Vinter.
Ada hal-hal yang semakin mustahil diraih ketika dia malah amat mengharapkannya. hlm. 186.
Jujur saja, dari awal aku sudah bisa menebak siapa sebenarnya Vinter. Mungkin karena sudah banyak cerita yang menggunakan twist seperti ini. Atau mungkin sebenarnya novel inilah pelopornya. Aku sudah menduga kalau Vinter lah lelaki yang akan dijodohkan dengan Florence karena Prisca sudah dengan sengaja memberikan petunjuk yang cukup eksplisit. Jadi, elemen surprise yang kuharapkan saat membaca novel ini jadi menurun.
Entah mengapa, saat aku membaca novel ini aku tidak merasakan feel-nya. Rasanya, datar sekali saat aku membalikkan halaman demi halaman. Padahal, aku sudah berekspektasi lebih akan novel ini. Nyatanya, tidak demikian. Atau mugkin aku sedang lelah dan memang tidak mendapat feel-nya? Mungkin saja.
Source: here, edited by me |
Sebenarnya, cerita yang diangkat oleh Prisca cukup sederhana. Bahkan termasuk alur cerita yang mainstream. Akan tetapi, Prisca mengeksekusinya dengan cukup baik. Gaya bahasa Prisca yang semi terjemahan dan formal, membuat novel ini jadi cukup berkelas. Bahkan, menjadi mudah dinikmati. Tata bahasa Prisca memang rapi dan menyenangkan.
Akan tetapi, satu kekurangan yang cukup mengganggu bagiku. Cerita ini alurnya begitu cepat. Rasanya, proses jatuh cinta antara Florence dan Vinter berjalan begitu cepat. Mungkin hanya dua hari saja. Ataukah karena terma "falling from the first sight"? Mungkin saja. Tapi menurutku, aku jadi agak aneh saat membacanya. Aku menginginkan sesuatu yang lebih dari cerita Prisca dan Florence.
Yaa, setidaknya novel ini termasuk novel ringan yang menyenangkan. Bisa dinikmati di waktu luang dan membuka pengetahuanmu akan pemahat es.
3 bintang untuk judul novelnya yang unik :*
Be First to Post Comment !
Post a Comment