The School for Good and Evil by Soman Chainani | Book Review

The School for Good and Evil
(Sekolah Kebaikan dan Kejahatan)
Di hutan purbakala
Berdirilah Sekolah Kebaikan dan Kejahatan
Dua menara bagai kepala kembar
Satu untuk yang tulus, satu untuk yang keji
Sia-sia mencoba kabur
Satu-satunya jalan keluar adalah melalui dongeng

The School for Good and Evil #1

By Soman Chainani
3 of 5 stars

Image source: goodreads.com
Alih Bahasa        : Kartika Sofyan
Penyunting          : Agatha Kristanti
Penata Letak        : Veranita
Desain                 : Yanyan Wijaya
Penerbit               : Bhuana Sastra
Tahun Terbit        : 2014
Jumlah Halaman : 580 halaman
ISBN                   : 9786022497561
Baca via iJakarta


Tahun ini, Sophie dan Agatha digadang-gadang menjadi murid Sekolah Kebaikan dan Kejahatan yang legendaris, tempat anak-anak laki-laki dan perempuan dididik menjadi pahlawan dan penjahat dalam dongeng. Dengan gaun pink, sepatu kaca, dan ketaatannya pada kebajikan, Sophie sangat yakin akan menjadi lulusan terbaik Sekolah Kebaikan sebagai putri dalam dongeng. Sementara itu, Agatha, dengan rok terusan warna hitam yang tak berlekuk, kucing peliharaan yang nakal, dan kebenciannya pada hampir semua orang, tampak wajar dan alami untuk menjadi murid Sekolah Kejahatan.


Namun ketika kedua gadis itu diculik oleh Sang Guru, terjadi sebuah kesalahan. Sophie dibuang ke Sekolah Kejahatan untuk mempelajari Kutukan Kematian; sementara Agatha masuk ke Sekolah Kebaikan bersama para pangeran tampan dan putri cantik mempelajari Etiket Putri. Bagaimana jika ternyata kesalahan ini adalah petunjuk pertama untuk mengungkap diri Sophie dan Agatha yang sesungguhnya?



Sekolah Kebaikan dan Kejahatan menawarkan petualangan luar biasa dalam dunia dongeng yang menakjubkan, di mana satu-satunya jalan keluar dari dongeng adalah... bertahan hidup. Di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan, kalah bertarung dalam dongengmu bukanlah pilihan.


***

Sebenarnya, beberapa waktu lalu aku kepo banget sama novel ini. Waktu aku ke toko buku, rasanya pengin nyomot buku ini karena memang blurbnya bagus. Ahh, rupanya aku kurang beruntung dalam segi finansial. Iya. Tahun ini hampir nggak dapet THR :( Ish. Padahal kan pengin bisa beli novel banyak. Berhubung kesel nggak bisa dapet THR banyak-banyak, akhirnya aku lagi-lagi memanfaatkan iJak. Haha. Dan, tiba-tiba saja novel ini nongol dan tanpa pikir panjang langsung aku pinjam, By the way, sampai tulisan ini ditulis, yang pinjem masih sedikit loh. Masih banyak copy yang tersedia untuk novel ini di iJak. Jadi, kalau mau baca, sila kunjungi iJakarta ya. Hehe. 

Biasanya yang berbeda menjadi jahat.

Ketertarikanku terhadap novel ini tentunya dari judulnya. The School for Good and Evil. Otomatis, aku bertanya-tanya dong. Ini cerita tentang apa? Apalagi, waktu baca blurbnya, aku langsung tertarik. Ditambah lagi, ilustrasi yang digunakan untuk sampul novel ini unik dan bikin aku pengin baca. Aku memang pembaca lintas genre. Fantasi merupakan salah satu genre yang aku suka. Sehingga, adanya novel ini membuatku girang sendiri.

"Aku hanya tidak mengerti bagaimana bisa mereka menganggap diri mereka Baik padahal bersikap begitu kasar."

Sophie dan Agatha merupakan dua sahabat yang berbeda kepribadia. Sophie si cantik yang suka memperhatikan penampilan dan Agatha yang selalu cuek dan malas keluar rumah. Di Galvadon, ada sebuah rumor yang mengenai Sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Setiap empat tahun sekali, akan ada dua orang anak yang diculik oleh Sang Guru untuk dijadikan murid di kedua sekolah tersebut. Sophie dengan segala keinginannya, sangat yakin bahwa dirinya akan dipilih menjadi anak yang diculik. Sedangkan Agatha, menganggap kalau drama penculikan itu hanyalah omong kosong.

"Cintalah yang tidak akan pernah dimiliki penjahat tapi selalu dibutuhkan oleh seorang putri untuk bertahan hidup."

Di saat anak-anak lain ketakutan akan kemunculan Sang Guru, Sophie malah menyambut dengan bahagia. Ia bahkan membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Agatha yang mengetahui hal ini otomatis berusaha untuk menggagalkan penculikan Sang Guru. Sayangnya, bukannya menggagalkan penculikan tersebut, Agatha pun ikut diculik. Sophie pun kegirangan karena dia benar-benar diculik. Akan tetapi, kegembiraan itu surut saat Sang Guru malah melemparkan Sophie ke Sekolah Kejahatan dan Agatha ke Sekolah Kebaikan. Hal ini membuat Sophie frustrasi dan tentunya ingin bertukar sekolah dengan Agatha.

"Hanya Jahat terbaik yang bisa menyamar menjadi Baik."

Berbagai hal terjadi antara Sophie dengan Agatha. Sophie dan Agatha yang tiba-tiba mendapat peringkat pertama di kelasnya--padahal sebelumnya nyaris gugur. Kemunculan Tedros, pangeran tampan anak Raja Arthur. Kelas-kelas yang cukup nyata di Sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Kalau aku jelaskan, jadinya akan panjang dan spoiler dimana-mana.

"Kecantikan hanya bisa menutupi kebeneran untuk sementara waktu, Agatha."

Menurutku, cerita ini merupakan cerita fantasi yang unik. Soman Chainani mencoba untuk menggabungkan dongen menjadi satu dengan dunia khayalannya. Hasilnya? Sama sekali tidak buruk. Aku bisa merasakan logika dan cerita yang relatable saat membaca novel ini. Aku dari awal sudah bertanya-tanya, kemanakan cerita ini akan dibawa? Apa sebenarnya rahasia Agatha dan Sophie? Siapa sebenarnya Sang Guru? Dan banyak pertanyaan lainnya yang muncul di kepalaku saat aku membaca novel ini.

Image source: here
Lagi males cari gambar dan nyunting. Hihi.
Dari awal, aku memang sudah tidak menyukai karakter Sophie. Dia itu terlalu menyebalkan dan minta digeplak. Sikapnya benar-benar egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Ahh, memang pas kalau dia berada di Sekolah Kejahatan. Bagaimanapun, penampilan fisik tidak akan pernah menutupi hati yang buruk. Tentunya, aku suka karakter Agatha. Meskipun terkadang aku merasa dia memang cocok jadi protagonis di segala kisah dongeng. Terlalu baik. Haha.

Twist yang disajikan oleh Soman membuatku sedikit terperangah. Aku tidak menyangka tokoh tersebut malah menjadi dalang dari kisah dongeng Sophie dan Agatha. Semakin ke bagian akhir, aku semakin menyukai karakter Agatha dan Tedros--meskipun aku sempat sebal juga dengan Tedros yang sok tahu. Tapi, kedua karakter ini cukup lucu.

Menurutku, novel ini cocok untuk anak-anak yang haus akan cerita fantasi. Yaa, meskipun J. K. Rowling sudah mengeluarkan Ilvermorny School of Witchcraft and Wizardy, The School for Good and Evil bisa menjadi pilihan novel fantasi untuk anak-anak.

Ps. by the way, bagian akhirnya memang agak ambigu. Haha. 

Yap, 3 sayap untuk sekolah yang seru ini.


Be First to Post Comment !
Post a Comment