Simple Lie
“Kalau lo berjalan dan lo menemukan dinding tinggi di
hadapan lo dan lo nggak mungkin melewatinya dengan cara memanjat, apalagi
menghancurkan, maka pilihlah jalan dengan cara mengitari dinding itu…”—Ilham
Fernando Fauzi.
By Nina
Ardianti
3 of 5 stars
Penerbit :
Gagasmedia
Tebal halaman : 274 halaman
Tahun terbit : 2007
ISBN :
9789797800864
Just
a simple lie. “Simple” lie.
|
source: ninaardianti.com |
a story about a
girl who had a perfect life
Cantik, pintar, aktivis, populer, almost
perfect di semua bidang, akademis maupun non-akademis. Digilai para cowok
dan (diam-diam) dikagumi para cewek. Dan yang makin membuat dia dikagumi adalah
karena sikapnya yang low profile,
ramah ke semua orang, dan very down to
earth.
a perfect mate
“Happy First Anniversary, Re…,” ujar
Fedi pelan.
Rere terdiam sesaat. Speechless.
Nggak bisa berkata apa-apa. Ia lalu menatap Fedi dengan mata yang berkaca-kaca.
How can she forget this day? Fedi
ingat. Bahkan melakukan ini semua untuk Rere.
til another unperfect one came into her
life
“Emang nggak bisa ganti ban sendiri ya?”
“Ya nggak bisa laaaah…. Gue cuma bisa makenya doang. Urusan bener-benerin mah
payah, huehehe....”
“Girls....” Ilham menatap Rere dengan
pandangan mencela yang menyebalkan, “Trus apa yang akan lo lakukan seandainya
gue nggak muncul dan menyelamatkan lo seperti pangeran di dongeng-dongeng?”
and changed her perfect life
“Gue nggak tau sampai kapan, Re,” jawabnya jujur.
“Tapi, kalau sampai titik di mana gue ngerasa bahwa batas waktu itu akan datang
dan lo belum juga bisa memutuskan...”
Rere mengangkat wajahnya balas menatap Ilham yang sedang berbicara.
“... biar gue sendiri yang menentukan pilihan, Re....”
then everything is not as it seems
a novel about love:
find a desired one... without any doubt.
REVIEW:
Bukannya apa-apa. Aku membaca novel ini sebagai bentuk
kerinduan akan tulisan pertama Nina Ardianti. Tulisan yang membuatku jatuh cinta pada tokoh-tokoh yang disajikan oleh Nina. Inilah pertama kalinya aku mengenal Ilham. Salah satu tokoh yang akan sering bersliweran di
novel-novel Nina selanjutnya.
THE
FIRST LINE
Mati
gue telat deh nih…
The
Appearance:
Melihat penampakan Simple Lie, aku suka dengan
penggunaan desain warnanya. Warna merah yang diambil tidak begitu mencolok
hingga membuat mataku menyipit. Lalu, desainnya juga minimalis. Membuatku penasaran waktu dulu membaca novel ini. Oh ya, ini bukan pertama kalinya aku membaca Simple Lie. aku melakukan baca ulang karena aku rindu dengan
Rere-Fedi-Ilham.
The easiest kind of relationship is with ten thousand people. The hardest one is with one. Correction. The two.
The
Summary:
Rere
adalah
seorang cewek yang bisa dibilang sempurna. Dia pintar, cantik, populer, rendah
hati, dan sederet sifat baik melekat pada dirinya. Punya pacar yang sama-sama perfect, Fedi, seharusnya membuat Rere bahagia tujuh turunan dan akan tetap
begitu adanya.
Sayangnya, terpilihnya Fedi sebagai PO Festival Jazz
membuat hubungan Fedi dan Rere merenggang. Sangat renggang. Berkali-kali mereka
sempat bertengkar karena masalah ini. Pada saat itulah, Ilham datang di hari-hari Rere yang muram. Kepribadian Ilham yang
cukup berbeda jauh bila dibandingkan dengan Fedi, membuat hati Rere terketuk
dan getaran cinta itu datang.
Ya Tuhan! I know it’s not right, but it’s still okay, isn’t it? Hope so.—Rere.
The Point of view, plot, and setting
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini merupakan
sudut pandang orang ketiga. Mungkin karena gaya bahasa Nina lebih lepas bila
memakai sudut pandang orang pertama, aku masih bisa merasakan ke’kagok’an Nina
dalam mengolah cerita ini. Beberapa kali terjadi ketidaksinkronan cerita yang
cukup membuatku mengerutkan dahi.
Secara alur, tentunya lebih berfokus pada kisah cinta
segi tiga antara Fedi-Rere-Ilham. Benar-benar terfokus pada hal ini.
Sesungguhnya, aku salut dengan usaha Nina yang membuatku terkaget-kaget setelah
membaca bagian terakhir novel ini. Waktu pertama kali membaca novel ini, aku
benar-benar sebal dengan Fedi. Ternyata, pihak bersalahnya bukanlah dia…
Ini bukan tentang siapa yang lebih baik dibandingkan siapa. Tapi, ini masalah perasaan. Kita memang bisa mengontrol perasaan. Tapi, tidak untuk beberapa hal dan beberapa kasus.
“Gue nggak mau berada dalam posisi sebagai pihak yang bersalah. Kalau gue bisa bikin dia ngerasa bersalah, kenapa harus gue yang berada di posisi itu?”—Rere.
Setting dari novel ini kebanyakan mengambil lokasi
kampus sebagai main setting. Tentunya,
kampus yang dimaksud adalah kampus UI.
Hadeuh. Dulu sebelum aku jadi bagian dari kampus ini, aku sudah sangat
menyadari kalau Simple Lie ini memang mengambil setting di UI. Haha. Aku bisa
membayangkan keseluruhan detail dari setting yang digambarkan. Selain kampus UI
Depok, sering disebut juga lokasi-lokasi di Jakarta, seperti PIM, Tanjung
Barat, Lebak Bulus, dan lainnya.
The
Opinion
Menarik. Melihat semua kelakuan tokohnya, aku sampai
bisa menyimpulkan adanya karma bagi Ilham. Haha. So please. Sila ke website Nina Ardianti dan kalian akan tahu karma
seperti apa yang menimpa Ilham.
Hal yang membuat novel ini menarik adalah eksekusi
akhirnya. Aku benar-benar tidak
menyangka bahwa rencana-rencana itu ada dan tersusun rapi. Ahh, aku nggak bisa
membayangkan bagaimana perasaankua kalau aku berada di posisi Fedi :”
Mungkin, karena ini adalah karya pertama Nina Ardianti,
masih banyak hal yang tidak dikupas secara mendalam oleh Nina. Tapi, melihat
perkembangan tulisan Nina ke Restart maupun Fly to The Sky, aku yakin Nina
sudah bertransformasi menjadi penulis yang lebih matang.
THE
LAST LINE
Jadi
tahu siapa yang
[nggak
bisa]
tertawa
paling akhir?
The
Conclusion
Untuk bacaan ringan dan penasaran dengan Ilham Fernando
Fauzy, you have to read this.
Masih punya hard copynya mba ? Aku nyari ngga ketemu :(
ReplyDeleteHalo! Saya pun juga nyari kemana-mana untuk novel ini, Kak. Sekarang jadi koleksi yang berharga banget buat saya :)
Delete