Fat Tuesday (Menjelang Tengah Malam) by Sandra Brown | Book Review

Fat Tuesday
(Menjelang Tengah Malam)

“…Ini tidak sama. Denganmu, semua kulakukan untuk pertama kali. Semua baru. Bersih. Benar. Aku bahagia mencintaimu. Yang kita lakukan sama sekali berbeda.”—Remy.

By Sandra Brown

1.5 for 5 stars

Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah                : Rina Buntaran
Tebal halaman           : 561 halaman
Tahun terbit               : 2000, Cetakan pertama
ISBN                            : 979-655-426-7


Happiness can have a limit. Sometime, you don’t realize that you are not happy at all
Burke Basile seorang polisi yang sudah kehilangan segalanya. Kini, ia merasa bertanggung jawab atas kematian partnernya. Dengan perkawinan dan karier yang kandas, ia memusatkan perhatian kepada nemesisnya, Pinkie Duvall—pengacara Parlente yang menolong para pembunuh lolos dari jerat hukum.

Pembalasan dendam Burke berupa tindakan penculikan Remy, istri sekaligus harta paling berharga Pinkie. Tapi Burke tidak memperhitungkan rasa tertariknya kepada wanita itu—yang dikeluarkan dari permukiman kumuh New Orleans dengan bayaran harus mengawini pria yang hanya memperlakukannya sebagai mesin pemuas nafsu.

Dan Burke juga tidak bisa memperhitungkan hasil duel mematikannya dengan Pinkie, yang akan meledak di tengah kegilaan Mardi Grass, ketika jarum jam berdetak menuju tengah malam Fat Tuesday—hari terakhir sebelum masa puasa dimulai—ketika semua topeng ditanggalkan, dan Burke harus menghadapi rahasia hitamnya sendiri.

REVIEW:

Jujur saja, aku membaca novel ini karena aku sedang tidak ada bacaan. Aku meminjam buku ini dari kakakku—which is she got this novel from her friend. Dari awal, sebenarnya aku tak terlalu tertarik dengan cerita ini. Sinopsis di balik buku sedikit-banyak memberikan aku ‘kekuatan’ untuk menyelesaikannya.

Dalam novel ini setidaknya ada tiga tokoh utama.

Burke Basile. Seorang polisi yang sudah kehilangan segalanya. Semenjak kematian Kev Stuart—sahabat Burke di kepolisian—Burke mengutuk dirinya sendiri. Ia menyalahkan keadaan serta ketidakadilan yang didapatkannya atas kematian Kev. Semua ini disebabkan oleh Pinkie Duvall—pengacara licik yang punya pengaruh besar di persidangan. Tidak cukup hanya itu, pernikahan Burke kandas di tengah jelas. Hal ini membuat Burke terpuruk dan berniat untuk membalas dendam pada Pinkie Duvall.

Pinkie Duvall. Seorang pengacara yang punya seribu satu cara untuk mencapai tujuannya. Membaca sifat Pinkie mengingatkanku pada tokoh Profesor Moriarty di serial Sherlock Holmes. Pinkie dan Moriarty adalah jenis orang yang sama. Memiliki pengaruh kuat dalam dunia hitam tapi tak bisa disentuh oleh hukum. Berkali-kali aku sebel sih sama sifat Pinkie yang seenak jidat. Nggak suka.

Remy Duvall d.h. Lambeth. Ia adalah istri Pinkie. Ia sangat cantik dan menawan. Pinkie selalu membanggakan istrinya itu dan selalu memamerkannya kepada para koleganya. Di balik kebahagiaan dan keanggunan yang dimiliki oleh Remy, Remy punya masa lalu yang kelam dan tentunya tidak ingin ia bagi pada siapa pun.

Cukup lama aku membaca novel ini. Entahlah. Apakah karena aku sedang malas membaca atau memang kemampuan membaca cepatku yang menurun drastis. Yang pasti, aku sulit sekali untuk fokus pada satu novel.

Setelah lama aku tidak membaca jenis novel roman, akhirnya aku membacanya lagi. Padahal udah nggak berniat lagi sih. Hehe. Tapi dari pada nganggur dan nggak ada bacaan.  Dari awal aku membaca novel ini aku memang tidak terlalu tertarik. Aku nggak terlalu suka dengan latarnya. Tentang kehidupan polisi. Aneh ya? Padahal aku pecinta novel detektif.

Entahlah. Aku merasa tidak ada chemistry saat membaca novel ini. Hal inilah yang membuatku jadi sulit untuk menyelesaikannya.

Dari segi cerita, sepertinya alurnya agak lambat. Atau aku yang memang bosan? Sepertinya akan sangat subjektif untu review kali ini. Pokoknya aku nggak terlalu enjoy dengan novel ini L

Bagian yang masih bisa menyelamatkan novel ini dari berbagai pandangan negatifku mungkin hanya waktu terungkap siapa pengkhianat di dalam internal kepolisian. Aku sudah sempat menduganya sih, tapi nggak bener-bener yakin.

Ah, aku jadi ingat. Aku sebenarnya bingung, dalam novel ini yang ingin ditonjolkan itu romannya atau cerita detektifnya? Aku agak kurang paham. *mungkin karena dari awal aku udah malas bacanya, ya?

Kalau ditanya siapa tokoh favoritku di novel ini, aku langsung blank. Aku nggak tahu. Nggak ada karakter tipeku di sini. Nggak ada yang tergambar cakep. Isinya penuh dengan lelaki dewasa yang kebanyakan berumur 40-50 tahun. Heu. Terima kasih banyak deh. Aku nggak suka. Kalau mengidolakan Remy… Tidak. Dia terlalu penakut.

Mungkin yang sedikit bisa menjadi favoritku adalah Gregory. Meskipun dia penakut, dia tetap mau membantu. Yaa, terlepas dari kecerobohan dan kebodohannya, dia masih mendingan.

Kesimpulannya, entah karena aku emang dari awal nggak suka atau gimana, aku nggak merasakan apa yang biasanya aku rasakan setelah baca novel roman. Sama sekali tidak. Aku jadi bingung kenapa review ini isinya jadi ngritik mulu. Heu. Ya sudahlah. Mau gimana lagi.


Be First to Post Comment !
Post a Comment